“Music is a moral law. It gives soul to the universe, wings to the mind, flight to the imagination, and charm and gaiety to life and to everything.”
-Plato
PRESIDEN Joko Widodo menilai dangdut lebih bagus ketimbang K-pop. Hal itu diungkapkannya ketika berbincang dengan para siswa-siswi SMA Taruna Nusantara Magelang, di Istana Bogor, beberapa waktu silam.
"Kita boleh saja lihat K-Pop. Tapi, kita kan juga punya musik yang lebih bagus. Keroncong, dangdut, lagu daerah yang kita miliki," kata Presiden Joko Widodo, seperti dikutip sejumlah media.
Suka atau tidak, dangdut memang identik dengan Indonesia. Dangdut is the music of my country, begitu kata para personel Project Pop. Kalau Korea boleh bangga punya K-pop, maka Indonesia semestinya bangga punya dangdut.
Menurut Andrew N Weintraub, Professor Musik di Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat, yang juga penulis buku bertajuk Dangdut Stories: A social and Musical History of Indonesia ‘s Most Popular Music, salah satu aspek yang membuat musik dangdut mudah digemari masyarakat Indonesia adalah karena lirik lagunya sederhana, mudah dipahami, dan memanfaatkan situasi keseharian yang dialami khalayak ramai. Lebih lanjut, Weintraub menyatakan bahwa dangdut sudah menjadi bagian dari kehidupan rakyat di Republik ini.
Menilik asal-usulnya, dangdut merupakan hasil perkawinan dari musik Melayu, musik gambus dan musik India. Kata ‘dangdut’ merujuk kepada bunyi tabla (sejenis gendang dalam musik India), yang menjadi salah satu instrumen yang digunakan dalam musik dangdut. Majalah musik Aktuil disebut-sebut sebagai pihak yang pertama kali mempopulerkan istilah ‘dangdut’ di tahun 1970-an. Istilah ini digunakan untuk menyebut musik melayu yang dipengaruhi oleh musik India.
A Rafiq, Camellia Malik, Elya Khadam, Elvy Sukaesih, Ida Laila, Latief, Mansyur S, Muchsin Alatas, Rhoma Irama, Rita Sugiarto, Wiwiek Abidin merupakan sebagian figur yang ikut memelopori munculnya musik dangdut modern. Elvy Sukaesih dan Rhoma Irama bahkan sempat dinobatkan sebagai Ratu dan Raja Dangdut Indonesia.
Mempertimbangkan bahwa dangdut merupakan musik yang digemari oleh banyak kalangan di negeri ini, lembaga penyiaran, baik itu stasiun radio maupun stasiun televisi, tidak ketinggalan memasukkan program-program musik dangdut sebagai "menu jualan" mereka. Dan terbukti, berdasarkan sejumlah survei, program-program musik dangdut hingga saat ini masih memiliki rating yang lumayan bagus.
Sayangnya, ada kecenderungan belakangan ini yang meneguhkan bahwa dangdut identik dengan hal-hal sensual dan erotis. Hal ini boleh jadi lantaran keberadaan sebagian para penyanyi dangdut yang, entah disengaja atau tidak, memilih untuk tampil dengan seronok serta mengumbar bermacam jenis goyang sensual dan erotis. Tidak cuma dalam soal tampilan, akhir-akhir ini lirik lagu-lagu dangdut pun dipenuhi hal-hal berbau seksual dan vulgar.
Mempertimbangkan kontennya yang mengusung hal-hal berbau seksual dan vulgar, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di sejumlah daerah beberapa waktu lalu, misalnya, sempat melalukan pelarangan dan pembatasan penyiaran sejumlah lagu dangdut di stasiun radio maupun stasiun televisi.
Lagu yang dilarang untuk disiarkan adalah "Paling Suka 69" yang dinyanyikan oleh Julia Perez, "Wanita Lubang Buaya" (Mirnawati), "Simpanan" (Zilvana), "Hamil sama Setan" (Ade Farlan), "Mobil Bergoyang" (Asep Rumpi dan Lia MJ), "Apa Aja Boleh" (Della Puspita), "Hamil Duluan" (Tuty Wibowo), "Mucikari" "Cinta" (Rimba Mustika), "Satu Jam Saja" (Zaskia Ghotic), "Melanggar Hukum" (Moza Kirana), "Cowok Oplosan" (Geby Go), "Merem Merem Melek" (Ellicya) dan "Gak Zaman Punya Pacar Satu" (Lolita).
Adapun lagu yang dibatasi penyiarannya adalah "Belah Duren" (Julia Perez), "Cinta Satu Malam" dan "Aw Aw" (Melinda), "Gadis Bukan Perawan" (Linda Moy Moy), "Berondong Tua" (Siti Badriah), "Janda Rasa Perawan" (Varra Sahara), "Geboy Mujaer" (Ayu Ting Ting), "Perawan atau Janda" (Cita Citata), "Aku Pengen Dipacarin" (Diora Anandita) dan "Jablay" (Titi Kamal).
Menurut KPI, lagu-lagu tersebut dinilai berkonten porno serta mengumbar sensualitas sehingga melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)
Tentu saja, masalah erotisme dan hal-hal berbau seksual serta vulgar dalam lagu dangdut merupakan tantangan besar bagi para musisi dan penyanyi dangdut kita. Dangdut sesungguhnya bisa jauh lebih bagus dan go international apabila mampu ditampilkan dengan elegan, tanpa dihiasi dengan tampilan serta goyang sensual, erotis dan seronok, dibarengi pula dengan lirik-lirik yang jauh dari hal-hal yang berbau seksual serta vulgar.
Kita ingin dangdut kita lebih berkualitas. Dengan begitu, dangdut bakal ikut berkontribusi secara signifikan bagi meningkatnya derajat musik Indonesia.(jok)
Komentar
Posting Komentar