DALAM peta musik pop Tanah Air, Panbers disebut-sebut oleh sementara kalangan sebagai salah satu band pelopor di negeri ini, yang mendobrak tradisi dominasi penyanyi-penyanyi tunggal (solois) sepanjang era tahun 1960-an.
Ensiklopedia online wikipedia mencatat nama Panbers mulai berkibar menyusul penampilan band ini di acara bertajuk Jambore Band, yang dihelat di istora Jakarta pada tahun 1970.
Di acara itu, mereka mentas bersama dengan Koes Plus dan D’Lloyd. Seusai acara Jambore Band, Panbers pun mulai sering muncul di TVRI sehingga popularitas mereka makin terkerek dan diperhitungkan. Buntutnya, mereka pun didapuk untuk masuk dapur rekaman.
Sepanjang kiprahnya meramaikan blantika musik Tanah Air, sederet prestasi maupun penghargaan berhasil ditorehkan oleh Panbers. Sebut saja, misalnya, anugerah Piringan Emas untuk sejumlah lagu mereka yaitu Bebaskan (1975), Nasib Cintaku (1976), Musafir (1978), Kasihku (1979), Gereja Tua (1986), Cinta dan Permata (2001). Panbers juga sempat menyabet gelar sebagai band favorit dalam acara Kamera Ria TVRI , tahun 1972 serta sebagai band paling digemari dalam Angket Musika Indonesia Siaran ABRI, tahun 1975-1977.
Figur Benny
Panbers tidak bisa dipisahkan dari figur Benny Panjaitan, yang pada 2017 silam berpulang menghadap Yang Mahakuasa, setelah berjuang melawan penyakit stroke yang dideritanya sejak Juni 2010. Menyusul kepergian Benny Panjaitan, kini formasi asli Panbers hanya tinggal menyisakan Asido Panjaitan. Sebelumnya Hans dan Doan Panjaitan telah lebih dulu berpulang. Hans Panjaitan meninggal pada 1995, sedangkan Doan Panjaitan pada 2010.
Boleh dibilang Panbers memang identik dengan Benny Panjaitan. Motor dan ikon Panbers adalah Benny Panjaitan. Bersama Panbers, Benny Panjaitan telah ikut memperkaya khazanah dan warna musik pop Indonesia. Seperti juga Tonny Koeswoyo (Koes Plus), A Riyanto (Favourite Group), Rinto Harahap (The Mercy’s), yang jauh lebih dahulu berpulang menghadap Sang Maha Pencipta, Benny Panjaitan adalah sosok musisi sejati yang sepanjang hayatnya dibaktikan sepenuhnya kepada dunia musik. Jagat musik Tanah Air tentu sangat kehilangan dengan kepergian Benny Panjaitan.
Di masa-masa keemasannya di tahun 70-an, lagu-lagu Panbers nyaris setiap hari membahana di seantero Nusantara lewat perantaraan stasiun-stasiun radio di Tanah Air bersama lagu-lagu lain dari kelompok-kelompok band sezamannya.
Kendatipun orang kebanyakan lebih mengenal Panbers sebagai pembawa lagu-lagu pop yang sendu mendayu seputar asmara, toh, kalau kita telisik lebih jauh, lagu-lagu Panbers sesungguhnya tidak semuanya merupakan lagu-lagu melankolis yang bertutur soal asmara.
Nyatanya Panbers mengusung pula lagu-lagu dengan tema di luar asmara. Ambil contoh, lagu Kami Cinta Perdamaian.
Contoh lainnya adalah lagu patriotik berlirik bahasa Inggris bertajuk Indonesia My Lovely Country, yang berupaya mendeskripsikan bukan hanya betapa elok dan kayanya bumi Indonesia, tetapi juga betapa pluralisme adalah sebuah keniscayaan di negeri ini, sehingga Indonesia sejatinya adalah milik kita semua -- bukan monopoli milik satu golongan.(jok)
Ensiklopedia online wikipedia mencatat nama Panbers mulai berkibar menyusul penampilan band ini di acara bertajuk Jambore Band, yang dihelat di istora Jakarta pada tahun 1970.
Di acara itu, mereka mentas bersama dengan Koes Plus dan D’Lloyd. Seusai acara Jambore Band, Panbers pun mulai sering muncul di TVRI sehingga popularitas mereka makin terkerek dan diperhitungkan. Buntutnya, mereka pun didapuk untuk masuk dapur rekaman.
Sepanjang kiprahnya meramaikan blantika musik Tanah Air, sederet prestasi maupun penghargaan berhasil ditorehkan oleh Panbers. Sebut saja, misalnya, anugerah Piringan Emas untuk sejumlah lagu mereka yaitu Bebaskan (1975), Nasib Cintaku (1976), Musafir (1978), Kasihku (1979), Gereja Tua (1986), Cinta dan Permata (2001). Panbers juga sempat menyabet gelar sebagai band favorit dalam acara Kamera Ria TVRI , tahun 1972 serta sebagai band paling digemari dalam Angket Musika Indonesia Siaran ABRI, tahun 1975-1977.
Figur Benny
Panbers tidak bisa dipisahkan dari figur Benny Panjaitan, yang pada 2017 silam berpulang menghadap Yang Mahakuasa, setelah berjuang melawan penyakit stroke yang dideritanya sejak Juni 2010. Menyusul kepergian Benny Panjaitan, kini formasi asli Panbers hanya tinggal menyisakan Asido Panjaitan. Sebelumnya Hans dan Doan Panjaitan telah lebih dulu berpulang. Hans Panjaitan meninggal pada 1995, sedangkan Doan Panjaitan pada 2010.
Boleh dibilang Panbers memang identik dengan Benny Panjaitan. Motor dan ikon Panbers adalah Benny Panjaitan. Bersama Panbers, Benny Panjaitan telah ikut memperkaya khazanah dan warna musik pop Indonesia. Seperti juga Tonny Koeswoyo (Koes Plus), A Riyanto (Favourite Group), Rinto Harahap (The Mercy’s), yang jauh lebih dahulu berpulang menghadap Sang Maha Pencipta, Benny Panjaitan adalah sosok musisi sejati yang sepanjang hayatnya dibaktikan sepenuhnya kepada dunia musik. Jagat musik Tanah Air tentu sangat kehilangan dengan kepergian Benny Panjaitan.
Di masa-masa keemasannya di tahun 70-an, lagu-lagu Panbers nyaris setiap hari membahana di seantero Nusantara lewat perantaraan stasiun-stasiun radio di Tanah Air bersama lagu-lagu lain dari kelompok-kelompok band sezamannya.
Kendatipun orang kebanyakan lebih mengenal Panbers sebagai pembawa lagu-lagu pop yang sendu mendayu seputar asmara, toh, kalau kita telisik lebih jauh, lagu-lagu Panbers sesungguhnya tidak semuanya merupakan lagu-lagu melankolis yang bertutur soal asmara.
Nyatanya Panbers mengusung pula lagu-lagu dengan tema di luar asmara. Ambil contoh, lagu Kami Cinta Perdamaian.
Contoh lainnya adalah lagu patriotik berlirik bahasa Inggris bertajuk Indonesia My Lovely Country, yang berupaya mendeskripsikan bukan hanya betapa elok dan kayanya bumi Indonesia, tetapi juga betapa pluralisme adalah sebuah keniscayaan di negeri ini, sehingga Indonesia sejatinya adalah milik kita semua -- bukan monopoli milik satu golongan.(jok)
Komentar
Posting Komentar